Tepatnya Sabtu, 27 Desember 2014 sore, tiba-tiba gue ditelfon salah satu teman sekaligus rekan kerja bapak. Kebetulan saat itu gue lagi mandi dan nggak tau kalau ada telfon. Setelah mandi gue ngecek HP ternyata ada SMS dari beliau yang isinya informasi bahwa bapak sakit. Hari itu bapak lagi di Bandung untuk ngisi acara sebagai motivator. Entah kenapa perasaan gue emang udah rada nggak enak sih setelah baca SMS itu karena kalau dipikir-pikir kayaknya kalau sakitnya cuma sekedar pusing atau sakit yang nggak terlalu berat keluarga nggak akan sampe ditelfon. Singkat cerita, dengan berbagai pertimbangan, kurang lebih setelah Maghrib, bapak langsung dibawa ke RS Fatmawati Jakarta diantar dengan beberapa temannya pakai mobil. Jam 8 malam setelah dapet telfon bahwa bapak udah sampe, ibu dan sepupu gue langsung meluncur ke rumah sakit. Sekitar 1-2 jam kemudian, gue, kakak gue dan pacarnya nyusul ke rumah sakit dengan perbekalan baju bapak yang lumayan banyak. Setelah gue dan yang lain sampe di rumah sakit, bapak ternyata udah dimasukin ke UGD dengan kondisi yang memang ngedrop banget. Yang gue tau, di UGD bapak sempet dites fungsi anggota tubuhnya dan ternyata yang bagian kirinya nggak bekerja. Saat itulah bapak dinyatakan terserang stroke ringan.
Hari Minggunya, waktu gue balik ke rumah sakit, bapak udah dipindah ke ruang IGD (kalau nggak salah) dan sekitar jam 10an bapak dipindah lagi ke ruang high care gedung teratai karena stroke unitnya penuh. Fyi, ruang high care adalah ruangan yang di dalamnya ada susternya. Tingkatannya itu di bawah IGD, tapi di atas ruang inap. Jadi dia nggak seintens IGD tapi lebih intens daripada ruang rawat inap. CMIIW. Di ruang high care, pasien nggak boleh ditunggu kecuali di jam besuk yang otomatis bikin bapak rewel terus karena bapak nggak mau sendirian, maunya selalu ada ibu. Jadi ibu sering masuk sebentar untuk sekedar nyuapin atau duduk aja di sebelah bapak. Tapi sering juga diusir halus sama susternya karena kelamaan. Di ruang ini, bapak lumayan stres juga. Tensinya sempet naik sampe 216 per berapa gitu lupa. Selain karena nggak boleh selalu ditemenin, di sini juga menurut bapak terlalu berisik. Dalam satu ruangan ini kira-kira ada 6 pasien yang beberapa kena stroke juga. Nah suara-suara pasien lain itulah yang menurut bapak bikin suasananya jadi nggak kondusif. Ditambah lagi ada suara alat pengukur jantung dan tensi yang selalu nyala setiap saat yang bikin bapak nggak bisa tidur.
Hari Minggunya, waktu gue balik ke rumah sakit, bapak udah dipindah ke ruang IGD (kalau nggak salah) dan sekitar jam 10an bapak dipindah lagi ke ruang high care gedung teratai karena stroke unitnya penuh. Fyi, ruang high care adalah ruangan yang di dalamnya ada susternya. Tingkatannya itu di bawah IGD, tapi di atas ruang inap. Jadi dia nggak seintens IGD tapi lebih intens daripada ruang rawat inap. CMIIW. Di ruang high care, pasien nggak boleh ditunggu kecuali di jam besuk yang otomatis bikin bapak rewel terus karena bapak nggak mau sendirian, maunya selalu ada ibu. Jadi ibu sering masuk sebentar untuk sekedar nyuapin atau duduk aja di sebelah bapak. Tapi sering juga diusir halus sama susternya karena kelamaan. Di ruang ini, bapak lumayan stres juga. Tensinya sempet naik sampe 216 per berapa gitu lupa. Selain karena nggak boleh selalu ditemenin, di sini juga menurut bapak terlalu berisik. Dalam satu ruangan ini kira-kira ada 6 pasien yang beberapa kena stroke juga. Nah suara-suara pasien lain itulah yang menurut bapak bikin suasananya jadi nggak kondusif. Ditambah lagi ada suara alat pengukur jantung dan tensi yang selalu nyala setiap saat yang bikin bapak nggak bisa tidur.
Anyway, berhubung yang jaga nggak boleh nunggu di dalam kamar, di sana ternyata udah disiapin juga ruang tunggu untuk istirahat bagi si penjaganya. Ruang tunggunya masih di lantai yang sama dengan ruang high care. Penampakannya persis kayak pengungsian gitu deh. Pada gelar tiker, bawa bantal, selimut, termos, piring dan peralatan dapur lainnya.
Singkat cerita, setelah berkali-kali ngeluh nggak kondusif dan berkali-kali juga minta pindah, akhirnya hari Jumat, 2 Januari 2015 setelah jam sholat jumat, bapak pindah ke ruang rawat inap paviliun anggrek. Sebelum pindah, bapak sempet di erapi dulu sama terapis dari rumah sakit. Terapi pertama ini bapak masih lemah banget fungsi anggota tubuhnya. Duduk pun masih oleng. Tapi tetep semangat dong terapinya, soalnya udah kebayang-bayang bakalan pindah setelah itu. Nah setelah di ruang yang baru, semua lebih tenang dan senang. Sekamar isinya ya cuma bapak aja pasiennya. Kita penjaganya juga yang pasti boleh nunggu di dalam kamar plus bisa duduk-duduk santai di teras belakangnya. Bapak juga bisa nonton TV, jadi nggak jenuh-jenuh banget. Tapiiii.. itu semua hanyalah kesenangan sesaat. Mau di manapun ruangannya, tetep aja bapak selalu pengen pindah. Kalau kemarin maunya pindah ke ruangan yang lebih kondusif, sekarang maunya pindah ke rumah alias pulang. Setiap hari pasti selalu minta pulang. Ya kita bisa apa kalau ternyata kondisinya memang belum memungkinkan untuk bisa pulang.
Singkat cerita lagi, karena pasiennya rewel aja minta pindah ke rumah dan kata dokter kondisinya udah berangsur membaik, hari Jumat, 9 Januari 2015 akhirnya bapak diperbolehkan untuk pulang. Setelah bapak pulang, kondisi rumah rasanya jadi 180 derajat berubah dari sebelum bapak sakit. Bayangin aja dari yang tadinya kita sekeluarga jarang ngumpul di rumah, sekarang sebisa mungkin kalau nggak ada kegiatan ya di rumah aja karena bapak belum bisa ditinggal sendiri sampe saat sekarang gue nulis ini. Untuk pindah dari tempat tidur ke kursi roda pun masih harus dibopong. Yang paling diutamakan kehadirannya hingga saat ini sih selalu kakak gue. Pokoknya kakak gue pergi sebentar aja pasti langsung dicariin sama bapak. Menurut bapak, yang bisa selalu bantu bapak adalah kakak gue itu, karena dia laki-laki. Kalau gue ya jadi pemeran pembantu ibu dan kakak gue aja selagi dibutuhkan. Hmm.. so far sih kondisi bapak berangsur makin membaik. Sekarang udah mulai ada tenaganya untuk sekedar bangkit dari posisi tiduran ke duduk meskipun hanya dengan topangan tangan kanan. Untuk tangan dan kaki kiri masih belum bisa gerak sendiri. Tapi untuk kaki kirinya sendiri Alhamdulillah kadang kalau ada apa-apa suka reflek bergerak. Udah mulai bisa ngerasain kalau kakinya dipukul. Semoga dengan rajin terapi dan tentunya semangat untuk sembuh dari dirinya dan orang-orang terdekat, bapak bisa kembali beraktifitas seperti sedia kala. Aamiin.