Kunjungan yang pertama ini dimulai dari tanggal 17 Januari 2015. Hari itu sejak dini hari, seluruh panitia berkumpul di titik kumpul yang udah ditentukan, yaitu di depan Sevel samping kampus UIN. Transportasi menuju desa udah ditentukan dari hari sebelumnya dan gue dapet kesempatan untuk naik mobil. Awalnya seneng sih mengingat katanya jarak dari UIN ke desa cukup jauh. Tapi setelah masuk daerah dekat Desa Wargajaya yang jalannya naik turun nggak karuan, eh akika jackpot sis tiba-tiba di jalan. Nggak tau mungkin karena belum makan dan jalanannya nggak stabil kali ya, ditambah lagi gue duduknya di paling belakang juga. Alhasil di saat orang-orang dateng bawa bekal cemilan, gue malah bawa kantong plastik isi muntah hehe. Sampai di desa, semua panitia kumpul dan menurunkan barang ke kantor desa, tempat dimana kita akan menginap selama 4 hari 3 malam. Belum sempat beberes, kita semua udah dikejar waktu untuk mengajar di sekolah-sekolah yang udah ditentukan. Gue dan beberapa teman lain dapat kesempatan untuk mengajar adik-adik kelas 4-6 SDN Sirnajaya. Perlu digaris bawahi bahwa ini adalah kegiatan mengajar pertama di depan kelas yang gue lakukan semasa hidup. Dari dulu selalu merasa gue ini nggak bisa ngajar karena dasarnya memang suka nggak sabaran. Tapi setelah dicoba ternyata seru! Meskipun rada jengkel juga sih kalau liat anak yang disuruh dengerin malah ngobrol atau main sendiri (nggak sadar kalo sendirinya juga suka gitu di kelas). Selain belajar matematika, adik-adik SDN Sirnajaya juga kita ajak main game Indonesia Pintar yang kayak di SCTV itu. Super seru dan bikin geregetan!
Belajar dan bermain kita lakukan kurang lebih selama 2 jam di dalam kelas. Setelah itu, adik-adik diperbolehkan pulang ke rumahnya masing-masing. Seneng dan agak kaget rasanya waktu mereka cium tangan kita sebelum keluar kelas. Literally dicium pakai bibir atau paling enggak pakai hidung. Jarang atau bahkan kayaknya nggak ada yang sekedar tangannya ditempel di pipi. Yang bikin makin seneng lagi adalah saat perjalanan pulang ke kantor desa. Adik-adik ini ternyata kalau pergi dan pulang sekolah jarang banget ada yang dijemput. Kebanyakan dari mereka jalan kaki, bahkan banyak yang rumahnya ada di daerah atas, jadi mereka pulangnya bener-bener harus nanjak. Sementara kita para pengajar didrop naik motor. Kalau kita pas lagi melewati mereka jalan, mereka langsung melambaikan tangan ke kita sambil beberapa diantaranya teriak, "Dadaaaah kakak.." Hihi seru deh. Sesampainya di kantor desa, kita langsung bersih-bersih dan beberes barang bawaan masing-masing.
Di hari kedua, kita semua mengawali hari dengan senam bersama di depan kantor desa. Ibu-ibu dan bapak-bapak desa setempat juga beberapa ada yang hadir mengikuti rangkaian acara yang udah kita persiapkan. Senamnya ya senam apalagi kalau bukan senam paling hits seantero jagad raya, yaitu senam Goyang Dumang! Eh bukan deng, itu sih maunya gue aja. Tapi takut senonoh, jadinya senam poco-poco aja deh. Gue, Ayu, dan Icyn sampe latihan dulu dari sehari sebelumnya di kantor desa untuk bisa mimpin poco-poco di Minggu pagi, biar goyangnya makin hits.
Kelar senam, beberapa panitia berpencar. Ada yang kerja bakti membersihkan daerah sekitar kantor desa dan sepanjang jalan menuju mushola, ada juga yang ke hutan pinus. Gue adalah salah satu panitia yang ikut ke hutan pinus untuk peletakan batu pertama. Ya, selain mengajar, kegiatan kita di desa adalah membangun tugu perbatasan desa yang nantinya akan ditandatangani oleh ketua HIMATIKA.
Oleh karena hari kedua jatuh di hari Minggu, udah pasti kegiatan mengajar ditiadakan, jadi banyak waktu luang yang kita punya untuk mengisi hari. Saat masuk waktunya solat Maghrib, beberapa dari panitia bergegas menuju mushola untuk melanjutkan rangkaian kegiatan kita di desa, yaitu pengajian anak-anak. Sayangnya gue bukan salah satu dari panitia yang ikut serta dalam pengajian. Di hari kedua tiba-tiba gue sakit. Badan menggigil dan hidung kalau nggak mampet ya meler. Alhasil malam itu gue cuma selimutan aja sampe ada yang berbaik hati menawarkan gue tidur di ruang kerja kepala desa yang ada sofanya, sementara yang lain tetap tidur di lantai beralaskan karpet.
Di hari ketiga, Alhamdulillah kondisi gue mulai membaik meskipun hidung masih meler dan kepala masih agak berat. Di hari itu, gue dan beberapa teman lain dapat kesempatan untuk mengajar lagi di salah satu madrasah ibtidaiyah yang sebenernya gue lupa namanya apa, entah MI Al-Khoiriyah atau MI Jamiatulkhoir. Adik-adik yang kita ajar di sana adalah kelas 1 dan 2 yang masih polos dan lucu, yang bikin geregetan tapi super seru. Yang nggak enaknya adalah karena saat itu hidung gue masih meler jadi ngajarinnya nggak sebebas sebelumnya, takut mereka jadi ketularan juga kalau terlalu deket. Selesai mengajar, seperti biasa ada beberapa panitia yang kontrol pembangunan tugu. Kalau gue yang pasti lebih memilih untuk istirahat aja di kantor desa.
Malamnya kita bakar-bakar kantor desa. Enggak deng jayus. Kita bakar-bakar jagung dong di depan kantor desa. Kita dikasih jagung sama Pak Awan. Pak Awan itu kalau nggak salah adalah sekretaris Desa Wargajaya yang dari awal banyak membantu kegiatan kita di sana. Jagung yang dikasih pun nggak sedikit, malahan sampe nggak habis dan beberapa nggak ikutan dibakar saking banyaknya. Bakar-bakar jagung makin syahdu dengan diiringi gitar dan nyanyian nggak jelas, serta yang pasti ditambah sedikit foto-foto narsis.
Hari terakhir kunjungan kita ke desa pun akhirnya tiba. Di hari itu, gue dan beberapa teman lain masih melanjutkan mengajar di SDN Sirnajaya. Kalau di hari pertama kita mengajar kelas 4-6, kali ini kita mengajar kelas 1-3 yang dibagi setiap kelasnya. Kalau nggak salah, gue kedapetan mengajar yang kelas 2. Sama seperti sekolah sebelumnya. Udah pasti ditemukan adik-adik dengan kemampuan yang beragam, ada beberapa yang udah mahir menghitung, ada pula yang masih harus selalu dibantu. Yang pasti nggak kalah seru dibanding sekolah-sekolah sebelumnya. Apalagi di hari keempat ini kondisi gue udah sangat membaik. Jadi nggak perlu jaga jarak lagi sama adik-adik yang diajar.
Nah, di hari terakhir juga, Alhamdulillah tugu perbatasan udah selesai dibangun, tinggal proses pengecatan aja yang belum. Siangnya, kita beres-beres barang bawaan dan nggak lupa foto-foto dulu di depan kantor desa sebelum pulang. Belajar dari pengalaman waktu berangkat, untuk pulang ini gue lebih memilih untuk dibonceng naik motor aja karena saat itu kondisinya juga habis makan kenyang. Daripada nanti jackpot lagi. Jadi gue lebih memilih untuk cari aman sambil ngerasain juga gimana rasanya naik motor dari Desa Wargajaya ke UIN. Dan emang beda sih rasanya. Kalau naik motor suasana pedesaannya lebih terasa. Azek.
Salah satu motor yang nggak kuat nanjak karena tanjakan di sana curam |
Foto terakhir ini adalah foto sebelum kita kembali ke UIN. Perjalanan kurang lebih sekitar 2-3 jam. Kita semua pulang dengan perbekalan pengalaman yang luar biasa. Semoga yang kita lakukan selama 4 hari di sana dapat bermanfaat untuk Desa Wargajaya.